Pernah Terjatuh...

Kamis, 30 Oktober 2008

syachmare

Apakah kau masih menyimpan catatan tentang kita? Dimana kau menyelipkan tiket kereta api saat kita pulang ke kota Bandung. Kita menggunakan warna baju yang sama, dan kita tersesat di ibukota saat itu. Kita berkeringat akibat panasnya ibukota, lalu aku mengusap keringat di dahimu dengan tanganku, begitu pula denganmu. Di buku itu kau menulis banyak tentang kita, beberapa tiket bioskop, tiket travel dan kereta api. Banyak coretan-coretan gambar hati di buku itu, aku ingat jelas betapa cerianya kau saat menunjukkan buku itu padaku. Ada banyak photo kita berdua disana, di sebuah buku yang mungkin saat ini telah kau bakar dan menjadi abu…

Apakah kau masih ingat pada malam saat kita berada di sebuah tenda untuk berteduh dari lebatnya hujan? Aku memelukmu yang mengigil kedinginan, itulah kali pertama aku memelukmu. Kita berdua basah, kita berdua sakit setelahnya, namun kau tetap tertawa, tersenyum padaku.



Kau ingat saat kita berkelahi karena aku mencurangimu ketika bermain game? Kau terlihat begitu kesalnya padaku, mencubitku, dan meninggalkanku tidur. Tulisan-tulisan tanganmu tetap berada di ruangan ini dan di dalam hatiku. Tulisan-tulisan yang mengingatkanku akan sesuatu yang menurutmu menyebalkan. Kau memanggilku 'miku', panggilan itu tetap terngiyang di telingaku.



Kau ingat saat malam ulang tahunku? Aku akan selalu mengingatnya 'sayang'. Kau duduk disebelahku, menjagaku, merawatku yang tengah terkapar tak berdaya, hingga pagi menjelang kau masih tetap menjagaku. Aku mendengar isak tangismu saat itu, kau selalu menyalahkan dirimu saat itu, tapi tidak untukku, dan walaupun memang harus seperti itu, itu semua telah terbayar bahkan lebih atas apa yang telah kau lakukan padaku malam itu.



Kau ingat saat aku selalu memarahimu ketika pagi-pagi kau selalu datang ke tempatku, membangunkanku yang tengah tertidur? Kau selalu tertawa dan tersenyum, lalu kau balik memarahiku yang tidak pernah bisa bangun pagi. Kau membawakanku makanan, menyuapiku yang terlalu malas untuk makan, membuatkanku milo, dan membereskan kamarku yang tidak pernah rapih. Di kamar ini bayang-bayang dirimu selalu hadir, seakan jiwamu masih berada disini, walaupun aku sadari bahwa itu hanyalah subjektivitasku belaka dan mustahil jiwa itu masih ingin mengisi ruanganku saat ini.



Kau ingat action figure Elrand milikku, kau menemaniku membelinya, kita bertengkar hebat saat itu, kau selalu mengingatkanku untuk bisa menahan sifat konsumtifku, kau yang tidak pernah mengetahui apa yang dilakukan kapitalis, justru engkaulah yang mengajarkanku untuk bisa menahan diri. Tadi siang mainan itu jatuh, dan saat itu pula aku meneteskan air mata dihadapan teman-temanku yang hanya bisa tersenyum padaku.



Kau ingat hadiah-hadiah yang kau berikan padaku dihari ulang tahunku? Sebuah poster The Beatles dibingkai indah, dengan tulisan-tulisan tanganmu di belakannya dan sebuah buku yang hingga kini belum tamat aku baca. Terima kasih 'blup'…tidak pernah ada hari sebahagia hari-hari saat kita bersama. Karena aku belum mendapatkan seseorang yang begitu memperhatikanku seperti apa yang kau lakukan terhadapku.



Kita pernah memiliki mimpi-mimpi yang sangat indah, kita pernah ingin mengumpulkan uang untuk bisa pergi ke Bali. Namun kau selalu pesismis karena aku yang begitu boros dan tidak bisa mengontrol uang. Kita pernah ingin berenang bersama, namun hingga semua ini harus berakhir itu tidak pernah terlaksana. Mulai dari kau yang tidak pernah mau membeli baju renang, hingga aku yang enggan menghantarkan kau pergi ke Gede Bage untuk membelinya. Kita pernah ingin menonton di Blitz, namun itu pun terlaksana setelah kita mengakhiri hubungan ini. Aku belum pernah sempat menemanimu membeli sepatu yang sama denganku. Rencana ke Dufan yang tidak pernah terlaksana, hingga kau pernah mengeluh padaku kenapa kita tidak pernah bisa kesana, lagi-lagi kau menyalahkan aku yang terlalu boros.



Setelah tanggal 23 yang sangat menyedihkan, aku tidak pernah tidak meneteskan air mata, saat aku menghilang darimu, justru aku ada, aku tengah berada dalam kegalauan, tengah berfikir keras untuk dapat menyeberangi jurang yang ada dihadapan kita. Aku memang berlari jauh meninggalkanmu, namun aku pasti akan berbalik arah, berlari kearahmu, mengajakmu berlari bersamaku, memegang erat tanganmu, bersama-sama meyeberangi jurang itu. Namun ketika aku kembali dan memiliki semua kekuatan yang dapat membawamu bersamaku menyeberangi jurang tersebut, engkau telah tidak berada disana, engkau pun telah berlari dan tidak dapat kukejar kembali. Dan saat aku telah menemukanmu, apa yang telah kumiliki saat ini tidak akan pernah bisa mengajakmu bersamaku.

Awal 2008 yang sangat membahagiakan, kita berdua berjanji untuk saling mencintai. Dan kita menjalani beberapa bulan di tahun ini dengan penuh suka dan cita, hingga kini semua itu harus berakhir…aku akan selalu ingat perkataanmu, 'jangan pernah lari dari kenyataan', namun tidak untuk tidak pesimis-untuk terus mengharapkanmu bersamaku-dalam hal ini. Walaupun sempat terpikir untuk melakukan seperti apa yang gagal aku lakukan tahun lalu, semoga pikiran-pikiran seperti itu tidak terus mengisi kekosongan ini.

kittycat

Penggalan terakhir surat elektronik itu terus membayangi pikiran saya, begitu ingin rasanya kembali ke masa dimana dia begitu bersungguh-sungguh dengan kalimat itu, dengan kekagumannya terhadap saya, dengan kecintaannya yang mendalam. Saya masih ingat dengan jelas masa itu, saya masih ingat senyum jahilnya, saya masih ingat halus jemarinya, saya masih ingat…

"gw bersihin kuteks lo ya?".
"biarin aja lah, gue lebih suka klo kuteksnya luntur gini".
"ih ga bagus tau…".
Dia tidak perlu mendengar protes saya lebih lanjut untuk tindakannya. Saya pun begitu tidak berdaya menghadapi perempuan yang satu ini, saya tidak pernah sanggup keras apalagi kasar terhadapnya. Padahal terkadang dia sama keterlaluannya dengan perempuan-perempuan lainnya, jangankan untuk melarangnya, bahkan untuk berkata tidak pun saya enggan, dia hanya perempuan biasa kan…apakah benar?!?
"lo suka type cewek kaya apa?", kali ini rentetan pertanyaannya segera dimulai.
Saya cuma bisa diam menanggapinya, dia menggigit bibirnya—menanti jawaban.
"yang kaya apa?", masih nekat dengan pertanyaannya.
"yang type rockstar…", jawab saya seadanya.
"rockstar itu yg pake bra item ama celana dalem merah ya?".
Saya hanya menyungging sedikit senyuman untuk pertanyaanya yang lain, ah perempuan ini…
"serius dong type lo kaya apa?".
Kali ini saya putuskan untuk membuka sedikit celah untuknya.
"yang kaya lo, type gue yang kaya lo".
Dia tercengang, menunduk sambil terus membersihkan sisa kuteks yang kelihatannya sudah sangat bersih, ah bibirnya…merah jambu seperti warna pipinya kini.

Kenangan itu terus menerus melabrak titik nadir yang telah saya buat, alam pikiran saya seakan tak berdaya menampik ajakan kenangan untuk selalu memutar cerita yang itu-itu saja.

Hey! get up man.. sana pergi keluar, you need some drink! Rumah ini sudah panas, entah sudah berapa jam kau paksa untuk me-repeat kisah itu?!
It wasn't me! itu ulah tukang saring darahmu! apa? minum?? cuma orang bodoh yang menenggelamkan diri dalam kubangan alkohol saat tertimpa masalah...saya cuma minum untuk celebrate something, ketika saya sedang gembira...lagian si tukang saring itu kan sudah tak sehat dari sananya, lupa?? apa kamu mau mengkonsumsi darah kotor? kamu pikir saya nggak capek hah?! ini sudah jam 2!
Well...alright then, matikan notebook itu...sepertinya dia sudah kelelahan, saya juga sudah muak dengan lagu merengek yang daritadi kau repeat.. dan coba pejamkan matamu...ngapain daritadi cuma ngeliatin e-mail?

Entah sudah berapa jam notebook itu menyala, kata-kata yang ia kirimkan pagi tadi, balasan dari e-mail saya yang lalu. Andai saya bisa, saya membenci kalimat andai seperti saya benci keringat, tapi kali ini entah mengapa kata itu begitu mempesona, dan berhasil membuai saya untuk mengucapkannya terus-menerus… damn!
Hey you! suruh si tukang saring sialan itu berhenti mengulang-ulang kisah ini!

Senyum serta nada suaranya yang manja selalu memaksa saya untuk mengingat, saya begitu dipenuhi oleh memori tentangnya, hati saya gundah membayangkan esok senyum itu bukan lagi milik saya. Duh manis sekali dia, membiarkan saya jatuh dari langit tingkat tujuh, lalu dengan santainya meninggalkan tubuh yang hancur berkeping-peing, atau bahkan hanya berupa serpihan daging.

Balutan suasana dini hari kota ini tidak juga membuat saya lemah dan memutuskan untuk sementara waktu berdiam diri, menikmati waktu istirahat yang tinggal sebentar lagi. Saya ingin sekali mengusirnya pergi, paling tidak sampai jam 7 pagi nanti, selanjutnya ia hendak mampir dan mengobrak-abrik pikiran saya pun tak apa, saya hanya butuh terlelap barang sejenak, dan berhenti mendengar buaian suaranya.

"gue mau ngelakuin sesuatu boleh ga?".
"apaan?".
"tapi janji ya jangan marah?".
"apaan dulu?".
"janji dulu".
"apaan sih?".
"janji dong".
Saya melihat dengan jelas roman mukanya, air muka seperti biasa ketika ia memulai rentetan rajukannya, saya tahu kali ini berbeda, saya tahu ia sudah tak sabar menanti.
"janji ya?".
Cukuplah saya membuatnya kesal.
Cukuplah saya membiarkan dia berharap.
Saya pun sudah mulai gila dengan kemanjaannya.
"sini", ujar saya sambil menariknya ke pelukan
Selanjutnya itu kali pertama bibir mungilnya melebur dengan milik saya.

Dia hadir lagi di kepala saya, dia bujuk lagi pikiran saya untuk memenuhi seluruh isi otak saya akan keberadaannya. Saya cuma minta sedikit waktu untuk mengosongkan pikiran ini, sedikit waktu untuk memanjakan diri diatas empuknya batal dan dekapan hangat guling. Saya hanya ingin tidur, ini sudah menjelang pagi, besok setumpuk pekerjaan menanti, dan ah…sepertinya sudah terlambat untuk memintanya pergi dari sini.

You want me?
Fucking well come and find me
I'll be waiting
With a gun and a pack of sandwiches
And nothing**

Berkali-kali lagu ini saya repeat, berkali-kali pula penggalan liriknya menenggelamkan saya, dalam berkali-kali itu pula saya menghela nafas panjang, arghh…screw you!

Saya ingin sekali berteriak di hadapannya, saya ingin sekali memakinya, saya ingin, sangat ingin sekali bahkan untuk menamparnya—sekali saja. Bibir itu, mata itu, jemari mungil itu, hidung itu, semuanya…semuanya yang ia miliki dan telah ia berikan pula pada saya, keseluruhan tubuhnya yang telah saya jamah bertahun-tahun.
Tak mungkin, saya tak mungkin rela, saya bahkan begitu jijik membayangkan tubuhnya dijamah orang lain, dia milik saya seutuhnya. Masihkah? ataukah saya hanya berhalusinansi karena tak kunjung tidur malam ini?
Hey moron! turn off that notebook & your sissy song! go to sleep!!!

Saya ingin sekali dia hadir malam ini tepat disebelah saya, seperti yang selalu ia lakukan ketika perih ini merajam, seperti yang selama ini juga saya lakukan ketika sakit menghantamnya.

Kamu dimana?!?
Kamu dimana?!?
Kamu dimana sih?!?

Hati saya berteriak, jiwa saya memberontak, dia hanya milik saya, dia hanya boleh tersentuh oleh saya, dia hanya diijinkan untuk mencintai saya.
Saya meradang, malam ini ingin sekali saya tegaskan bahwa kuasa atasnya hanya ada pada saya, cuma untuk saya…sadarkah dia, bertahun-tahun saya tahan gejolak untuk mengikatnya tepat disisi saya, saya hampir berhasil, ya saya hampir berhasil menyematkan tali kekang itu di hidupnya, sampai akhirnya…goddamnit! kenapa dia harus menghilang?!

Saya mencoba menghubungi telepon selularnya, nada sambung berkali-kali namun suara seraknya tak kunjung berucap "hallo…", pick up that goddamn phone!
Paling tidak jawablah panggilan saya, saya tahu jelas kamu belum tidur, saya tahu jelas apa yang kamu lakukan saat ini, kumohon jangan buat saya tersiksa oleh bayangan, di kepala saya tergambar jelas tawamu, di hati saya tertoreh dalam kalimat-kalimat manismu, ungkapan sayangmu yang bertubi-tubi…
Jawablah sayang
Jawablah seperti biasa kau menyapa panggilan ini.
Jawablah…
Im starting to get insane here.

dari pertama aku bersihin sisa kuteks kmu sampai sekarang aku ketik e-mail ini...

Suaranya kembali menggema, dan terbayang bibir mungilnya ketika kalimat itu terucap, menyemu merah, mungil, dan lembut.
Oh god! begitu setiap detail akan dirinya tak juga sanggup saya hilangkan, lalu bagaimana mungkin malam ini saya jalani sendirian, bagaimana mungkin kehangatan selimut yang membalut saya dapat menggantikan kenyamanan dekapannya, saya ingin tidur… berapa kali kalimat itu keluar, saya ingin tidur! arghh saya ingin sekali tidur… ijinkan mata ini tertutup dan membuang jauh-jauh jalang itu keluar dari pikiran saya, saya mohon, saya ingin tidur!

"promise me to never leave me?", ia menenggelamkan separuh kepalanya di dada saya, sambil meminta janji dengan rajukannya yang khas.
Saya membalas permintaan itu dengan sebuah ciuman di keningnya.
"promise me?", ujarnya lagi.
Saya menatapnya lekat, mencari-cari sudut rupanya yang mungkin akan membuat saya tertawa, tapi tidak…ia begitu terpahat sempurna, ia begitu menggoda, begitu adanya!
"oh c'mon, promise me", kali ini nadanya sedikit meningkat, rajukannya berubah menjadi paksaan.
"never…", bisikku lembut.
 Ia menatap mata saya dengan bola matanya yang mungil.
"never…", ulangku lalu melumat bibirnya yang selembut marshmallow...
(saya memang tidak berencana meninggalkanmu sayang...)

Are you an idiott or what?! she is already gone! face it! dan cepatlah tidur, rumah ini sudah panas sekali rasanya...
It wasn't me! kamu nggak dengerin saya ya?! it wasn't me! suruh si tukang saring itu berhenti...bukannya kamu punya otoritas untuk itu??

Saya masih ingat saat itu… saat dimana dunia seakan melebur bersama-sama kami, saat dimana kedua tubuh kami melumer bersamaan dengan larutnya malam, saat berjam-jam membahas keTuhanan tanpa sehelai benang, ah kenapa begitu jelas ingatan ini tertanam, tidakkah luka ini akan cukup dalam menancapkan keraguan, saya harus berkeyakinan mulai dari sekarang bukan?!? atau mungkin saya memang dilahirkan untuk tidak berkeyakinan, sepertinya…saya pun rela untuk berhenti percaya!
Kali kesekian saya menimbun rasa percaya adalah ketika pertemuan dengannya ditorehkan takdir di hidup saya, iya perempuan itu…yang memaksa saya melek semalam suntuk ini.
Perempuan itu…yang telah rela saya terima dengan lapang dada, dengan segala warna-warni hidupnya, dengan serentetan kehebatannya memanipulasi sesuatu menjadi nyata. Perempuan itu telah dengan liciknya menyeret saya menuju jurang ini, menjerumuskan saya dalam kenistaan, membuat saya menjauh dari kejaran impian—dan lari tunggang langgang ke arah kenyataan.

Lalu kemana ia kini, kemana dia pergi disaat hati saya sudah sepenuhnya saya berikan, disaat sayap sudah saya patahkan sebelah untuk tidak dapat kembali dalam keabadian, disaat saya sudah berdamai dengan segala ego dan menjadi seperti yang dia pinta. Dia berubah dari bidadari menjadi malaikat pencabut nyawa, direnggutnya nafas kehidupan terahir saya dan entah dihempaskannya kemana, dia buat saya tercekat mati raga, dia buat saya sekarat, dia buat saya insomnia…dia buat saya meradang!
Dia lenyap ditelan bumi.
Dia enggan berlama-lama meniti setapak demi setapak jalan yang harus saya daki.
Dia mungkin hanya tak sanggup menahan gejolak hasrat, dan kemudian pergi meninggalkan saya sendiri dengan hanya mengirimkan sebuah surat elektronik, permohonan maaf yang mendalam, bukti penyesalan atas pengkhianatannya selama ini.

Dia tak lagi suci dimataku.
Dia bukan lagi my baby grand.
Dia berhenti mencintai…

Damn! saya nggak sanggup lagi mengkontrol si tukang saring sialan itu, sepertinya penyakit turunanmu itu penyebabnya...
Alahh...sudahlah jangan cari alasan, akui saja kalau kamu sudah kehilangan wibawa!
Hey, bukan cuma saya yang punya andil pengaruhi dia, kenapa tak kau salahkan retina? tulisan yang kau baca berulang-ulang itu biangnya!
Arghh...shut your mouth!

and i know that u'll be there for me
u deserved to get better
kamu hadiah dr Tuhanku
yg gak berhasil aku jaga baik2...
u know i adore you...
dari pertama aku bersihin sisa kuteks kmu sampai sekarang aku ketik e-mail ini...

Saya kembali mengamati setiap baris tulisannya, saya kembali terhempas dengan rangkaian katanya yang selalu berhasil menjatuhkan. Saya tidak tahu mengapa ada ketertarikan tersediri pada 2 baris terakhir suratnya, saya pun tak mengerti mengapa 2 baris kalimat terakhir itu begitu mengusik kegetiran saya, mungkin pesan itu begitu menarik bagi sisi pahit hidup saya kini, mungkin juga pesan itu menambah kepahitan yang saya rasakan kini.

Saya kira cukuplah jam istirahat saya terganggu malam ini, saya harus sesegera mungkin menyimpan kisah ini dalam rak kaca, selanjutnya saya hanya akan memutarnya sesekali, saya berhenti marah padanya—entah mengapa…

Mungkin selama ini dia ada benarnya, saya gagal menjalankan peran sebagai laki-laki, bahkan untuk membencinya pun saya tak sanggup. Tapi sudahlah, inilah rasa yang seharusnya saya bingkiskan untuk perempuan tercerdas di hidup saya, cinta yang selalu dikisahkan dalam roman percintaan klasik, cinta sebagaimana adanya.

Lalu saya rangkaian kalimat balasan untuknya, saya sisipkan betapa rasa kehilangan ini menorehkan luka yang terlampau sulit untuk dihilangkan, untuknya saya sengaja kirimkan bagian terakhir dari keseluruhan rasa yang telah saya rawat baik-baik selama ini, semoga dia mendengarnya, dan membalas ketulusan ini dengan senyuman…
Akhirnya saya menyerah, saya berhenti memakinya, berhenti memaki diri saya sendiri.

now, i let you go with free...
reach your happiness out there...
jgn lupa, kamu dah dewasa, stop playin with fire ;P
tebuslah semua kesalahanmu dengan setia dgn
siapapun pasanganmu...

Kini saya bersandar pada luka yang ia berikan, membiarkan segenap kekuatan saya terkuras habis untuk perih yang tiba-tiba saja ia hadiahkan. Saya menyerah, saya tutup usai semua kisah yang telah kami tulis bersama. Dia mungkin merajam hati saya dengan sakit yang luar biasa, memaknai kasih setia saya dengan kebohongan, namun dia tetaplah perempuan yang saya daulat sebagai dewi, tak sepatutnya saya memendam benci pada perempuan yang saya pasrahkan hati ini kepadanya, atau sebenarnya sudah sepantasnya saya balaskan dendam ini lewat damai. Atau memang saya sudah tidak pantas menyandang gelar laki-laki. arghh…tai kucing! saya tidak peduli lagi, saya cuma mau tidur sekarang...

Well, so long kittycat…
"I'll be fine"

RIMA PEMBUNUH HASRAT!!

syachmare
yaa' membeli
mengkonsumsi
hasrat takkan terpenuhi
diproduksi
dalam bentuk lebih tinggi
seperti kata Gilles Delueze dan Felix Guattari

pada taraf tinggi
mereproduksikan imaji
mengkomunikasikan tingkat sosial dan gengsi
implementasi objek yang membombardir utiliti

pada diri kalian
dan diri kami sendiri
tak lagi peduli
pada posisi
dimana kita tak mampu membeli
berspekulasi
bagaimana memenuhi kepuasan birahi

fore play instansi kreator berhala mendominasi
pada visualisasi komunikasi interaksi dalam layar televisi

berhala baru dalam bentuk yang lebih menarik
merangsang hasrat
untuk bisa lebih insentif
mengorganisir nilai dalam bentuk jumlah desimal numerik
bagaimana merealisasikan setiap predikat
sebagai relasi antara subjek dan objek itu sendiri
dan barisan makna
terkubur dalam nisan bertuliskan kebutuhan

variabel nama dan harga berbeda
fungsi yang sama
objek yang sama
untuk sebuah gengsi dan gaya
haramkan dan ejekan sinis barang ketiga

klasifikasi dan alienasi
bagi para pengguna barang bajakan
dalam gengsi gaya membudaya
terkafani eksploitasi buruh dalam bekerja

terlupa dosa
nepotisme kolusi
dan korupsi
atau apalah arti dari regenerasi
dari setiap penerimaan calon peggawai negeri

bahkan untuk seorang calon polisi
yang jelas-jelas terlalu oposit
bila dikatakan makna dari sejumlah nilai yang tinggi adalah sebuah bentuk dari royalti

yaa' kalian telah menemukan tuhan kalian sendiri
dalam sosok yang selalu diperbaharui
duniawi
bermateri adalah kepuasan lain dari birahi

terlalu najis
fenomenologis
bagi para apatis
hedonis
untuk tetap eksis
dalam melegitimasi kehidupan ala selebritis nan metropolis

replika malaikat seksi yang terjegal RUU pornografi
menawarkan hasrat untuk membeli
dan setan berpatisipasi
dalam usaha mengkulturisasi

bersujud pada materi
diantara rumah dan mobil mewah
konotasi ponsel lebih dari sekedar arti komunikasi
akumulasi representasi gaya hidup bergengsi

stereotipe berhala dua dimensi
ekspansi ala gospel kristenisasi
periodikal berkala selalu diperbaharui
lebih mendominasi daripada kitab suci

siapkan posisi
persetan globalisasi
belenggu hasrat kami
sehingga ekskalasi dan eksplorasi
tak izinkan kami untuk ikut berpartisipasi

stereotipe berhala dua dimensi
ekspansi ala gospel kristenisasi
periodikal berkala selalu diperbaharui
lebih mendominasi daripada kitab suci

siapkan posisi
persetan globalisasi
belenggu hasrat kami
sehingga ekskalasi dan eksplorasi
tak izinkan kami untuk ikut berpartisipasi

fore play menggila instansi kreator berhala mendominasi
pada visualisasi komunikasi interaksi dalam layar televisi

yaaa' dan hambanya kan berjanji untuk tetap berkoorporasi
selalu membeli dan berpartisipasi ciptakan surga duniawi

mengingatmu.........

hanya mengeja luka dan leka

nyeri dan jeri tanpa nama

tanpa aksara

bahkan

tanpa airmata.

pekerja

tahukah kamu siapa saya?

saya adalah orang yang lelah
sebagiah waktuku adalah kurasan tenaga
sebagian lain adalah makan, berak, nonton, tidur
jangan kamu tanyakan bagaimana cara bersenang2
saya sudah hampir2 lupa itu
senang2 ketawa2 lepas....ah jangan berharap deh
kalopun saya tertawa tapi hati mengumpat
begitu juga teman2 yang lainnya
apakah kamu pernah tahu akan hal ini? perasaan seperti ini?
hal ini sudah berjalan beratus2 generasi loh
om simon si supir selalu melemparkan lelucon2nya
tempo hari dia bercerita soal 3 anaknya yang harus sekolah
pak de soebandrio saban hari menyemai bibit sengon, akasia, dan gamal
pemandangan ini sungguh menyakitkan....saya marah....lalu?
si andi adiknya opname kena dbd terpaksa gaji 7 bulan amblas
kami tetap tertawa.....tak terlihat kan
pamanku bos kayu tanahnya adalah barisan bukit
300 pekerja yang dia miliki....ada 300 kehidupan disana
300 adalah barisan kami tetap tertawa
saban bulan terima gaji 5 hari juga habis
apakah kalian pernah tahu ini? apakah kami harus mengeluh?
kalian tidak pernah tahu kami selalu mengeluh
hidup apa ini? dunia macam apa?
yah sudahlah
inilah kami
kami adalah pekerja

bolang sudah mati
jangan tanya lagi tentang bocah petualang

Suara Kebenaran

Rabu, 29 Oktober 2008

Bosan adalah saat dimana cinta mati...
Dan hasrat jadi tak lebih dari busuk basa basi

Smoga gada kbosanan dalam bentuk apapun dr dlm diri gw..

senyum trs ya mi mskipun sedih terasa..
org lain tak blh tau..!!

Adalah Dia....

adalah dia yang terus-menerus membuatku mengharap,
adalah dia dengan segala kekurangan yang membuatku terus mencinta,
adalah dia yang kudaulat menjadi cinta platonisku.
Dia yang kini membuatku mencinta dan bercinta di sisi lain.